21 Juni 2025 08:13:37
Oleh: FIRMAN YUSI, SP. Sekretaris Fraksi PKS Anggota Komisi II : Bid. Ekonomi dan Keuangan DPRD Provinsi Kalsel Pertanian masih menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Kalimantan Selatan, terutama di wilayah pedesaan yang didominasi oleh petani kecil dan tradisional. Namun, tantangan seperti akses pasar, permodalan, ketergantungan terhadap tengkulak, hingga rendahnya nilai tambah produk pertanian, menjadi persoalan klasik yang belum terselesaikan. Dalam konteks inilah, korporasi petani berbasis syariah hadir sebagai solusi inovatif sekaligus Islami untuk menjawab problematika struktural pertanian di daerah ini. Apa Itu Korporasi Petani Berbasis Syariah? Korporasi petani berbasis syariah merupakan model kelembagaan ekonomi tani yang mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dalam seluruh aktivitas bisnis dan organisasinya. Tidak hanya berorientasi pada profit, korporasi ini juga menekankan keadilan, transparansi, kebersamaan, dan keberkahan. Sistem keuangannya tidak menggunakan riba, menghindari gharar (ketidakjelasan), dan spekulasi, serta menerapkan prinsip bagi hasil (musyarakah atau mudharabah). Dalam praktiknya, korporasi ini bisa berbentuk koperasi syariah petani, BUMDes Syariah, atau lembaga usaha tani yang menjalin kemitraan dengan lembaga keuangan mikro syariah, pesantren agribisnis, dan pasar halal domestik maupun ekspor. Urgensi di Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan memiliki potensi pertanian yang besar, mulai dari komoditas pangan (padi, jagung), hortikultura, hingga perkebunan rakyat seperti karet dan kelapa sawit. Namun, petani umumnya masih menjual produk dalam bentuk mentah dengan harga murah. Model korporasi syariah memberikan ruang agar petani tidak hanya sebagai produsen bahan baku, tetapi naik kelas sebagai pelaku industri pertanian (agribisnis). Di sisi lain, masyarakat Kalimantan Selatan yang mayoritas Muslim juga sangat mendukung sistem ekonomi yang sesuai prinsip syariah. Oleh karena itu, model ini bukan hanya rasional secara ekonomi, tetapi juga kuat secara kultural dan spiritual. Prinsip dan Mekanisme Kerja 1. Kepemilikan Kolektif Petani: Petani menjadi anggota dan pemilik usaha, bukan sekadar mitra kerja. 2. Produksi hingga Pemasaran Terintegrasi: Mulai dari penyediaan benih, pupuk, teknologi pertanian, hingga pengolahan hasil dan distribusi ke pasar. 3. Pendanaan Syariah: Mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan syariah dengan akad murabahah, ijarah, atau qardhul hasan. 4. Distribusi Keuntungan yang Adil: Berdasarkan kontribusi modal dan kerja, tanpa praktik rente. 5. Kemitraan dengan Ekosistem Halal: Termasuk pengolahan produk bersertifikasi halal, pemasaran di pasar Muslim, hingga ekspor ke negara-negara Islam. Keunggulan Model Syariah • Tidak Membebani Petani dengan Bunga: Sistem bagi hasil lebih adil dan fleksibel. • Menghindari Spekulasi Pasar: Fokus pada kegiatan riil dan produksi. • Memperkuat Ukhuwah dan Solidaritas Ekonomi: Petani saling menopang dalam satu kelembagaan. • Lebih Diterima secara Sosial Budaya: Karena sejalan dengan nilai keislaman masyarakat Banua. Tantangan dan Solusi • Minimnya Literasi Syariah: Perlu pelatihan dan pendampingan dari akademisi, pesantren, dan ormas Islam. • Keterbatasan Modal Awal: Bisa diatasi lewat kolaborasi dengan BMT, LAZIS, dan CSR syariah. • Pasar Produk yang Terbatas: Dibutuhkan branding dan jaringan distribusi produk halal yang luas, termasuk digital marketing. Korporasi petani berbasis syariah bukan sekadar inovasi kelembagaan, tetapi juga bentuk ikhtiar mewujudkan keadilan sosial dan ekonomi dalam kerangka maqashid syariah. Di Kalimantan Selatan, model ini sangat potensial menjadi pilar baru pembangunan ekonomi umat berbasis pertanian yang mandiri, berdaulat, dan berkah. Diperlukan sinergi antara pemerintah daerah, ulama, lembaga pendidikan, dan petani itu sendiri untuk menjadikan ini sebagai gerakan besar menuju pertanian yang bermartabat dan berkelanjutan.