28 Juni 2025 06:43:41
Seperti Provinsi Bali, Kalimantan Selatan juga berpotensi mengembangkan pertanian organik. Hal ini diungkapkan Anggota DPRD Provinsi Kalsel dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Firman Yusi, seusai mengikuti kunjungan kerja Komisi II DPRD Provinsi Kalsel ke Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali di Denpasar (23/06) lalu. Tahun 2025 ini saja, Provinsi Bali telah mencatatkan ekspor 12.000 ton beras organik ke Amerika Serikat. “Pertanian organik menjadi peluang meningkatkan nilai tambah produk pertanian kita sekaligus memastikan bahwa aktivitas ekonomi masyarakat kita, termasuk di bidang pertanian berlangsung secara berkelanjutan dan ramah lingkungan,” ujar alumni Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat itu. Sebagaimana diketahui bahwa produk pangan berlabel organik menjadi trend gaya hidup sejak satu dekade terakhir. Sebab banyak penelitian menunjukkan bahwa pangan yang diproduksi secara organik sangat mendukung pola hidup sehat dan dapat meminimalkan resiko manusia mengidap penyakit tidak menular tertentu. Selain itu produk pangan organik juga diyakini mempercepat proses penyembuhan penyakit. Menurut Firman, dengan mengaplikasi pertanian organik, Kalimantan Selatan berkesempatan untuk mengatasi beberapa masalah yang saat ini mengemuka. “Petani kita masih mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk, khususnya pupuk bersubsidi, kemudian harga pangan kita yang masih belum stabil dan cenderung merugikan petani serta tingginya residu pupuk kimia di perairan Kalimantan Selatan,” tambahnya. Problem-problem ini bisa diminimalkan jika pertanian organik diterapkan di Kalimantan Selatan. Untuk mengaplikasikan dan menuai hasilnya memang perlu proses yang cukup panjang. “Provinsi Bali memulainya tahun 2009, membuat regulasinya di tahun 2019 dan sekarang petani organiknya sudah menikmati hasilnya,” paparnya. Diperlukan kerja keras yang serius dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan jika ingin menerapkan pertanian organik ini. Langkah yang harus dilakukan antara lain adalah ; identifikasi dan pemetaan wilayah potensial, penyusunan kurikulum pelatihan organik berbasis lokal yang mudah diterima dan diterapkan petani, fasilitasi sertifikasi organik lokal maupun nasional untuk menjamin mutu dan memperluas akses pasar, pemberian insentif dan subsidi untuk mendukung transisi petani menuju sistem organik. “Karena itu saya sepakat sekali kalau Provinsi Kalsel dalam waktu segera juga menyusun regulasi terkait itu, mencontoh Perda Provinsi Bali Nomor 8 tahun 2019 tentang Sistem Pertanian Organik yang menuntun aksi pemerintah daerah untuk itu,” jelasnya. Petani Kalsel sendiri menurut Firman tidak akan terlalu sulit untuk menerima konsep ini, mengingat di beberapa wilayah praktek pertanian dengan penggunaan bahan kimia minimum sudah dipraktekkan. “Yang saya tahu petani padi lahan kering di pegunungan daerah hulu sungai dengan varietas padi lokal sudah mempraktekkan ini dengan baik, mereka menghasilkan beras gunung aromatik dari praktek ini. Pemerintah provinsi tinggal memberikan dukungan tambahan berupa perlindungan terhadap lahan dari konversi, membantu mempertahankan daya dukung lahan lewat subsidi dan bantuan pupuk dan pestisida organik serta mendukung dan memfasilitasi sertifikasi produk pangan mereka agar dapat masuk ke pasar global,” jelasnya.